Jumat, 10 Juli 2009

Gawe Besar


Meski perhitungan suara belum rampung, gawe besar bernama pilpres 2009 rasanya telah selesai. Hampir pasti pasangan SBY-Boediono keluar sebagai pemenang, mengalahkan pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Perasaan “telah selesai” ini sangat cepat menyergap kita semua, lantaran betapa panjang dan melelahkannya tahap demi tahap dalam Pilpres kali ini. Dalam kondisi seperti ini, secara ilmiah kita seperti di dera rasa capek dan bosan. Kita ingin segera memikirkan hal yang lain, ingin merasakan suasana baru, ingin segera beraktivitas dengan segenap kepastian. Kepastian itulah buah yang diharapkan dari hasil yang kita lakukan selama ini. Pada gilirannya, semua rakyat di negri ini akan berangsur memperbaiki kualitas hidupnya.
Sebagai proses perbaikan hidup dan kualitas demograsi, pemilu memang pelajaran penting dan sangat berharga. Dari momen ini kedewasaan berbangsa dan bernegara diukur, dari ini pula kita bisa melihat indicator dan capaian bangsa ini selama meniti perjalanan hidupnya. Adakah kita telah cukup jujur? Apakah kita telah cukup dewasa? atau adakah kita punya sikap legewa?
Pilpres 2009 berjalan relative aman dan lancar, memang. Tetapi, sungguh naïf bila menyebut pilpres kali ini telah sempurna, masih banyak kekurangan dan janji-janji di sana-sini yang di masa-masa mendatang bakal kita lihat sebagai sisi buruk untuk diperbaiki. Itulah hikmah daripada pelajaran yang menelan biaya puluhan triliun tersebut. Sebagai sebuah pelajaran, pesta demograsi seperti kita tahu perlu waktu yang cukup panjang dan nyaris mustahil untuk dicapai. Kita punya banyak catatan sejak pemilihan umum pertama dilaksanakan pada tahun 1955. yan agak penting untuk digarisbawahi, dari lima tahun ke lima tahun berikutnya, kualitas penyelenggaraan pesta demograsi ternyata tidak selal baik kualitasnya. Di era soeharto kualitas pesta rakyat kita seperti berjalan di kubangan Lumpur, dimana selama berkali-kali penyelenggaraan pemilu di masa Orba berkuasa.
Hidup secara demogratis adalah goal terakhir di setiap pelaksanaan pemilu. Tapi, celakanya , disaat itu menjadi sebuah cita-cita, kita telah dituntut untuk demogratis ketika dalam proses menuju pemerintahan yang demogratis itu. Dimana keruwetan masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih menjadi hal yang paling mengkhawatirkan di detik-detik terakhir pelaksanaan penyontrengan. Padahal, kasus yang sama pernah menghebohkan kita semua, pada waktu yang lalu saat pelaksanaan Pilgub yan terjadi di mana. Pertanyaannya, mengapa hal-hal yang begini menjadi sangat sulit dipetik hikmahnya? Akhirnya, data palsu, nama ganda, warga kehilangan hak memilih, kembali terluang dan terulang kembali.

Tidak ada komentar: