Jumat, 16 Mei 2008

“Bangsa Dayak di tengah terjangan Modernisasi”

oleh; sunawar Owat

Istilah atau salong ini biasanya sering di pergunakan ketiga melaksanakan/ ada acara-acara tertentu, misalanya kata salong atau istilah ini sering kita dengar ketika ada orang yang melakukan acara tunangan. Biasanya patone/picara sering sekali mengeluarkan kata-kata “Di rasa di roso di tarah di kakap” kata-kata ini memang sederhana tapi manknanya sangat luas, dan arti dari istilah ini adalah; kalau mau melakukan sesuatu haru dengan hati-hati, tidak telalu gegabah. Ini salah satu artinya. Dan istilah ini juga bukan hanya di katakan sewaktu mengadakan tunangan, tetpi juga sewaktu orang tua memberi nasehat kepada anak-anak dan cucunya.

Selain itu juga ada istilah “Asu’ na nyalak biawak na turutn”, istilah/salongan ini juga banya makna dan artinya, misalnya salah satu adalah; acuh ta acuh, kalau kita mau malakukan sesuatu, dan kita ada teman, dan kita mengharapak teman kita itu untuk melakukannya, dan teman kita kira kita telah melakukannya, atau dalam bahasa dayaknyalagi “singkabaatn”.

Dan ada juga istilah “Ular Na Mati Tanag Na Kalemong Pamangkong Na Patah”, ini artinya, kita kalau berbicara dengan dengan orang lain harus hati-hati, supaya orang lain yang kita ajak bicara tidak tersinggung, dan kita yang berbicara juga harus bisa menempatkan kata-kata/penyesuaian. Istilah-istilah ini pada zaman sekarang ini sudah jarang lagi kita dengar, dan kalaupun ada tidak banyak lagi yang mengunakannya.

Karena pada zaman sekarang ini kebanyakan orang tua atau muda tidak begitu memperdulikan/mempertahankan bahasa-bahasa ibu. Misalkan saja ada orang kampung yang sudah tinggal di kota, dan sekali pulang di kampung dia bilang sudah tidak bisa berbahasa ibu lagi (kalau dia orang dayak dia sudah tidak mempergunakan bahasa dayak lagi), dan bukan hanya di kota besar, bahkan di Ibu kota kecamatan saja kebanyakan orang dayak sudah tidak mempergunakan bahasa dayak lagi, katanya malu berbahasa dayak, ini satar atau tidak, salah satu pemusnahan bahasa/orang dayak sendiri.

Kebanyaan ini terjadi dikalangan orang-orang dayak, sehingga keturunan merekapun tidak tahu berbahasa dayak, padahal dia adalah orang dayak asli, yang asalnya sama dari kampung.

Dan saya merasa heran juga dengan orang dayak selama ini, dan saya selalu bertanya-tanya di dalam hati; kenapa orang-orang dayak sudah tidak bisa mempergunakan bahasanya sendiri, apa kah susah berbahsa dayak? Kalau dia/mereka orang dayak, saya pikir untuk berbahasa dayak tidak susah, kalau dia merasa orang dayak.

Saya merasa iri dengan suku lain, walaupun mereka berada di mana dan tinggal di mana mereka tidak lupa dengan bahasanya, jangan kan tinggal di kampung, malah di perkantoran saja mereka selalau mempergunakan bahasa mereka sendiri tidak mempergunakan bahasa Indonesia. Misalnya bahsa Melayu, bahasa ini dapat kita denganr dimana-mana, baik itu di pasar, di kantor camat, di kantor bupati, dan bahkan di kantor Gubernur bahasa ini sudah pamiliar, dan yang mengunakannya bukan hanya orang-orang mereka tetpai orang Dayak, Jawa,Cina juga ikut-ikutan mempergunakan bahasa mereka.

Saya selaku orang dayak yang tinggal di pelosok Kampung/Binua, merasa perihatin dengan keberadaan orang dayak yang selama ini tinggal di perkotaan dan sekitarnya. Merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang sudah tidak tahu lagi adat istiadat dan bahasa aslinya. Malah kecendrungan mereka mempergunakan bahsa Indonesia yang setengah-setengah yang di campur dengan bahsa melayu atau istilah orang dayak bahasa Taomora.

Saya minta maaf, saya menulis ini tidak bermaksud menyinggung siapapun, saya Cuma merasa perihatin dengan keberadaan orang daya nantinya, sekali lagi saya minta maaf kalau tulisan saya ini menyinggung perasaan bapak/ibu/sdra/i semua.

Abis ma’alom aku nian urakng enek urang muda, buke aku makatn ngabisan, nanatk mutusatn ka dalapm bahasa man adat diri dayak nian.

KATA-KATA BIJAK BAHASA DAYAK KANAYATN

1. Rasa roso tarah kakap
2. Asu’ ina’ naik biawak ina’ turutn
3. Mangkong ular, ularnya ina’mati,pamangkong ina’patah, tanah ina’ kalamokng
4. Nampar ai’ ka dulakng
5. Koa na’koa ja karoak
6. Sae gatal koa nang ngaru’
7. Nyoyong ka ilir tama’ bubu, nyonyong ka ulu tama’ sukatn diapm ka tangah ulih pukat.
Read More..

Kamis, 15 Mei 2008

Kehidupan Masyarakat Adat yang Terancam

oleh; Sunawar Owat

Jauh sebelum Negara ini ada, masyarakat adat sudah lama mengelola hak mereka atas tanah, hutan dan segala isi yang ada terkandung didalam bumi atau tempat mereka tinggal. Masyarakat sudah propesioal megelola alam dengan baik, sehingga alam semesta bisa bersahabat dengan masyakat adat. Setelah Indonesia ini di Proklamasikan, dan bangsa Indonesia menyatakan dirinya meredeka, sejak itulah keberadaan masyarakat adat mulai terganggu kehidupannya. Dan setelah adanya perubahan rezim keberadaan masyarakat bukannya membaik bahkan semakin terpingirkan keberadaannya, dan malah sebagian dari hakmasyarakat adat dirampas oleh pemerintah pada zaman itu.

Saya merasa heran dengan prilaku pemerintah baik pada zaman dulu maupun sekarang ini, pemerintah selalu mencaplok tanah adat sebagai tanah Negara,hutan Negara, jadi dimana tanah adat? Secara tidak sengaja pemerintah telah berpartisifasi untuk pemusnahan hak-hak adat. Memang Negara menaungi semua wilayah yang termasuk di dalam pemerintahannya, itu memnag sudah hak dan kewajiban Pemerintah. Tetapi bukan menghapus segala hak masyarakat adat yang sudah sejak lama mereka kelola dengan baik.

Sekarang ini, keberadaan masyarakat adat sangat terancam keberadaannya, karena semakin maraknya perkebunan-perkebunan di seluruh plosak tanah air ini pada umunya. Alasan pemerintah baik itu pusat dan daerah, membuka perkebunan berskala besar adalah demi meningkatkan pendapatan negara, pendapatan daerah dan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pribahasa dan istilah-istilah seperti ini sudah sering kalai menjadi alasan pemerintah. Dan kalau kita mu jujur ini semua bukanlah demi kesejahteraan masyarakat melainkan demi kesejahteraan orang-orang yang besar saja.

Kalau hal ini terus berjalan dan semakin meluas saya yakin keberadan masyarakat adat dan adat istiada yang selama ini di yakini dan ditaati oleh masyarakat adat akan hilang dan mungkin hanya tinggal kenangan di masa lalau di masa depan.

Sebenarnya kalau kita melihata kehidupan masyarakat adat dan adat istiadat ini sangat mungkin kita pertahankan dan dikembangkan dikarenakan didalamnya mengakomodir segala tatanan kehidupan dan perilaku manusia.Adat merujuk pada kepercayaan, hak dan tanggung jawab budaya, hokum dan pengadilan adat, praktet-praktek adat, dan lembaga mendirikan yang dimiliki oleh sebuah kelompok adat sebelum digabungkan dalam pemerintahan kolonial atau sesudah kolnial. Aspek khusus adat adalah wilayah yang berada satu dengan lainnya serta dapat beradaptasi dengan situasi baru seiring perkembangan jaman.Ketika penjajahan bangsa Eropa (contoh Belanda di Indonesia) menggabungkan sebuah wilayah, mereka umumnya mengizinkan sistem nilai yang telah ada itu (adat) untuk terus berlanjut sampai pemerintahan memuat lembaga baru untuk menggantikannya. Konflik-konflik penguasa baru dengan sistem yang telah ada sebelumnya makin memanas dengan berlalunya waktu. Dan ketika konflik antar sistem lama dengan sistem baru memuncak, pemerintahan yang berkuasa dapat secara pormal menghancurkan hak-ahak adar itu. Ketika Indonesia bebas dari penjajahan kolonial Belanda, Pemerintah Indonesia yang baru melanjutkan kebijakan Belanda dalam hal pengakuan atas adat, tetapi hanya jika adat itu tidak bertentangan dengan kepentingan pemerintahan.Istilah “adat” digunakan sebagai kaa benda dan kata sifat. Adat mensahkan secara hukum untuk berindak. Adat mengatur hubungan tubgah laku antar individu, dalam dan luar keluarga, masyarakat dan pendatang/orang luar. Adat juga mengatur hubungan antara manusia dengan alam, dan alam dilihat sebagai sebuah pelaku aktif dalam hubungan tersebut. Menjalankan adat artinya melakukan tindakan ritual adat, seperti doa dan persembahan saat persiapan sebuah lahan (pertanian) baru yang belum diolah.

Adat merupakan hukum adat. Dnda adat dikenakan kepada mereka yang melanggar hukum adat, termasuk pendatang/orang luar. Ada kalanya pemerintah mengakui keberadan adat dengan cukup serius. Contohnya, Kepala Dinas Perkebunan Kalbar (orang non Dayak) yang dihukum adat karena dia secara terbuka menuduh peladang berpindah suku Dayaklah yang meyebabkan kebakaran besar pada tahun 1997. ia dihukum adat capa molot (fitnah). Dalam kasusus ini,aparat keamanan mendukung adat itu, memfasilitasi acara sidang adat dan memastikan bahwayang diadili membayar hukum adat. Sebuah komunitas yang terikat oleh adat disebut masyarakat adat Musyawarah adat merupakan pertemuan yang didasari oleh kesepakatan bersama yang diluar adat. Hukum adat yang baru serta prosesnya dapat diciptakan dalam musyawarah adat.

Wilayah adat adalah wilayah masyarakat adat yang bersangkutan. Masalah yang menimbulkan koflik terbesar antar pemerintah dengan adat adalah hubungan alam dengan manusia, terutama hak pengunaan dan penguasaan lahan. Dalam masyarakat adati Indonesia, lahan/tanah yang dimiliki secara pribadisangat sedikit prosentasinya. Sebagian besar hutan dan sungai dimiliki secara kolektif oleh seluruh masyarkat adat berdasarkan adat. Konflik muncul ketika pemerintah menempatkan para pemilik izin untuk perkebunan atau penebangan hutan di tanah adat; tanah dimanahutan sekitarnya telah dikelola masyrakat adat sebagai sumber penghidupan, mata pencaharian masyarakat adat.
Read More..