Minggu, 08 Mei 2011

“INILAH BIDADARIKU”

“Senyum indahnya masih terlihat walaupun ia mencoba menutup mulutnya
karena sebagian besar giginya telah tiada.”


Sore itu aku menyusuri jalan yang dilalui banyak kendaraan itu. Tiba-tiba pandanganku berhenti pada sebuah sepeda dengan kereta kecil di belakangnya yang di dalamnya ada barang-barang bekas seperti botol, besi dan apa saja yang bisa menghasilkan uang untuk melanjutkan kehidupan mereka. Hal yang lebih mengagumkan yakni sang nenek yang kira-kira berumur di atas enam puluh tahun mengayuh sepeda itu dengan santainya sementara sang suami yang kira-kira sama umur dengna istrinya berjalan di depan sambil membelokan arah sepeda yang sementara dikayuh oleh istrinya.

Tertarik dengan pemandangan indah ini aku mencoba mendekati pasangan serasi ini yang walaupun sudah tua tapi nampak tetap mesra dan harmonis sebagai pasangan suami-istri. Apa pun yang terjadi tapi pasti janji yang telah mereka ikrarkan di depan altar di hadapan imam tetap dipegang teguh oleh mereka kendatipun tantangan dan kesulitan hidup selalu mereka alami. Ya, mereka adalah pasangan pemulung yang baru pulang dari kegiatan seharian mencari nafkah dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain. Aku lalu mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Ingris yang diselipi bahasa Tagalog agar mudah dimengerti oleh kakek itu. Ternyata ia pun menjawab dengan campuran Ingris dan Tagalog. Apa yang menarik yang kutangkap dari kata-kata terakhirnya sambil menunjuk pada istrinya yakni; “Dia adalah bidadariku sepanjang hidupku.” Mendengar pujian suaminya, nenek itu tersenyum malu di atas sepedanya. Sebuah senyum yang sangat mempesona walaupun ia terpaksa harus menutup mulut dengan jari-jarinya karena sebagian giginya telah tiada.

Saudaraku, banyak dari kalian pasti tidak mempunyai kesulitan hidup seperti pasangan pemulung itu; jabatan kamu miliki, pakaian tinggal pilih warna apa yang harus dipakai bahkan ada yang hanya dibeli untuk menghiasi lemari, makanan boleh pilih apa saja yang Anda sukai, dan apa lagi yang harus kutuliskan untuk melukiskan kenyataan hidupmu? Anda pasti tahu lebih dari aku yang hanya bisa membayangkan tentangnya. Akan tetapi, jika mala mini aku hadir dengan renungan tentang bidadari maka aku ingin Anda mau belajar bagaimana menjadi setia sebagai suami-istri yang telah berjanji untuk setia dalam untung maupun malang. Apakah karena semuanya telah ada maka kesetiaan harus menjadi bayarannya? Apakah karena tinggi dan beratnya kehidupan sehingga telah membuat pasangan pemulung itu semakin kuat dalam bahtera rumah tangga mereka? Keduanya bisa dibenarkan. Aku hanya mau mengingatkanmu bahwa kebahagiaan, kesetiaan, cinta dan kepercayaan antar pasangan tidak seharusnya ditentukan oleh ada tidaknya apa yang Anda miliki dalam rumah tanggamu (Tidak menyangkal bahwa hal-hal itu penting). Akan tetapi, aku hanya mau mengatakan bahwa Anda berdualah yang menentukan apakah semua nilai di atas dapat menjadi milik kalian atau tidak. Aku selalu percaya bahwa kebahagiaan bukan ditentukan oleh apa yang datang dari luar melainkan bagaimana kedua hati sebagai suami-istri bereaksi terhadap segala yang datang dari luar dirimu sebagai suami-istri.

Di balik semua usaha yang Anda telah, sedang dan akan lakukan tapi satu hal yang selalu kuingatkan kepadamu sebagai saudaramu bahwa “jangan lupa menghadirkan Tuhan selalu dalam bahtera rumah tanggamu.” Tidak semua hal dalam rumah tanggamu dapat Anda selesaikan dengan otak dan hatimu sebagai manusia. Bukalah hati dan pikiranmu selalu untuk Tuhan. Izinkanlah Dia bekerja seperti ketika di Kana di mana pasangan nikah yang kesulitan anggur itu mendapatkan anggur baru karena kehadiran Yesus. Percayakan segalanya kepada-Nya dan nantikanlah saatnya Ia akan memberikan apa yang kalian rindukan dalam doa-doamu. Anda mendapatkan karena Anda berdua meminta kepada-Nya. Bagaimana Ia bisa memberikan bila kalian tidak minta bersama-sama? Hanya mau mengatakan bahwa doa dalam keluarga/rumah tangga tetap dan harus selamanya menjadi penting dalam perjalanan bahtera rumah tanggamu.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***
Read More..

'BATAS' Mengeksplorasi Wilayah Perbatasan

Film karya sutradara Rudi Soedjarwo berjudul BATAS mencoba mengeksplorasi kondisi di sebuah wilayah perbatasan yang selama ini nyaris tidak mendapat perhatian.

"Film yang akan tayang pada Mei 2011 itu mencoba memperlihatkan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia tidak hanya bermakna geografis, tetapi juga psikologis," kata produser film BATAS, Marcella Zalianty, di Yogyakarta, Rabu (06/04).


Menurut dia dalam road discussion film BATAS, ide film itu muncul ketika dirinya diundang ke Kalimantan Barat untuk berbicara mengenai masalah perbatasan. Setelah meninjau langsung ke dusun-dusun, dirinya melihat penduduk setempat mempunyai masalah akses, terutama akses sosial dan pendidikan.


"Keadaan itu membuat saya tergerak membuat film BATAS, yang menceritakan perjuangan seorang perempuan yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia," katanya.


Ia mengatakan film yang digarap selama 25 hari pada awal 2011 tersebut, dibuat tidak hanya sebagai tontonan, tetapi juga memberikan pesan kepada masyarakat Indonesia agar tetap menjaga nasionalisme.


"Banyak kasus warga setempat yang merasa tidak diperhatikan pemerintah, kemudian pindah mencari peruntungan menjadi warga negara Malaysia," katanya.


Artis Jajang C Noer yang berperan dalam film ini mengatakan dirinya salut terhadap penduduk setempat. Mereka sangat pintar, ramah, baik hati, santun, dan sama sekali tidak norak.


"Mereka menjamu kami dengan pesta. Ketika mereka mengetahui kami Muslim, mereka memotongkan ayam, tidak memberi babi kepada kami," katanya.


Film BATAS menampilkan kombinasi aktor dan artis senior berhadapan dengan pemain muda potensial, di antaranya Marcella Zalianty, Arifin Putra, Jajang C Noer, Ardina Rasti, Piet Pagau, Alifyandra dan Marcell Domits.
Read More..

Tak Ingin Tak Tau

Rinduku selalu mengalirkan namamu
Namamu selalu detakkan jantungku
Sulit kubendung naluri itu
Selalu begitu, setiap waktu
Tapi, kau tak ingat dan tak tahu

Dan akhirnya akulah yang terpuruk dalam rasa itu
Rasa yang menggebu sejak dulu, dari masa lalu
Dan kau tak pernah ingat dan tak pernah tahu

Rasa dan asaku padamu terukir begitu jelas di tulang rusukku
Mengalir deras di aliran darahku
Memukul keras membuat lebih cepat detak jantungku
Sedikitpun, kau tak ingat dan tak tahu

Seperti menghitung jutaan bintang di malam hari
Seperti menghitung rinai hujan yang jatuh ke bumi
Seperti menghitung hamparan pasir di pantai ini
Sampai matipun kau tak kan pernah ingat dan tak kan pernah tahu
Bahwa disini ada satu hati yang menunggu, satu jiwa yang terbelenggu
Read More..